Selasa, 10 Agustus 2010

SEKELUMIT TIPS DALAM BERLATIH VIPASSANA & MEMAHAMI DN 22. MAHASATIPATTHANA SUTTA

Meditasi VIPASSANA atau meditasi pandangan terang adalah pelaksanaan dari PERHATIAN BENAR (Samma Sati) sebagai salah satu unsur dalam JALAN MULIA BERUAS DELAPAN, menggunakan objek Empat Landasan Perhatian/ Penyadaran/Pengamatan/Pere
nungan (4 SATIPATTHANA) yakni antara lain:

1. JASMANI (KAYA/RUPA);
Misalnya KELUAR MASUKNYA NAPAS (ANAPANASATI), sikap atau postur tubuh, aktivitas tubuh, organ-organ penyusun tubuh, empat unsur dasar, dll.
Latihan ini disebut KAYANUPASSANA.

2. PERASAAN (Vedana);
Secara umum menyadari, mengamati & merenungkan keberadaan, timbulnya, lenyapnya, atau timbul lenyapnya perasaan-perasaan (apakah yang menyenangkan, yang tidak menyenangkan, ataupun yang netral).
Latihan ini disebut VEDANANUPASSANA.

3. PIKIRAN (Paduan atau aktivitas bersama Viññana, Sankhara dan Sañña);
Secara umum menyadari, mengamati & merenungkan keberadaan, timbulnya, lenyapnya, atau timbul lenyapnya pikiran (apakah pikiran baik atau buruk yang timbul, yang diliputi maupun yang bebas dari Lobha, Dosa, dan Moha misalnya nafsu keserakahan, kebencian, keraguan/kebingungan, gelisah dan sesal, kemalasan & kelambanan batin, dll.; atau apakah saat ini pikiran terkonsentrasi atau tidak, dsb).
Latihan ini disebut CITTANUPASSANA.

4. DHAMMA (Segala Fenomena);
Secara umum merenungkan PANCA NIVARANA (5 Rintangan Batin), PANCAKHANDHA, 6 Indera dan Objeknya, 4 KESUNYATAAN MULIA, dan 7 BOJJHANGO (7 Faktor Pencerahan/Pembebasan). Dengan kata lain, yang diamati dan direnungkan adalah fenomena apapun (dhamma) baik fenomena jasmani, fenomena batin maupun Nibbana antara lain fenomena bentuk-bentuk batin seperti PANCA NIVARANA (5 Rintangan Batin) dan 7 BOJJHANGO (7 Faktor Pencerahan/Pembebasan); atau juga fenomena batin jasmani baik dalam kerangka PANCAKHANDHA maupun dalam kerangka 6 INDERA INTERNAL, 6 OBJEK EXTERNAL DARI INDERA & BELENGGU (Samyojana) yang menyertainya, dan juga 4 KESUNYATAAN MULIA yang berupa fenomena adanya dukkha, fenomena asal mulanya, fenomena berhentinya, serta fenomena yang mengkondisi lenyapnya.
Latihan ini disebut DHAMMANUPASSANA.

(:: Uraian lengkapnya dapat dilihat dalam DN 22. Mahasatipatthana Sutta ::)


Sekelumit tips yang saya tahu dan pernah dengar dalam berlatih vipassana sesuai DN 22. Mahasatipatthana Sutta:

1. Dalam Mahavagga, Samyutta Nikaya di bagian tentang Empat Landasan Kesadaran, dapat disimpulkan bhw ANAPANASATI adalah fondasi, tulang punggung dan yang membawa latihan VIPASSANA menjadi sempurna. Di samping itu dengan sering berlatih ANAPANASATI, SATI akan menguat, dominan dalam keseharian, dan muncul tanpa usaha (kesadaran pasif). Bisa dibandingkan dengan bila kita tidak atau jarang berlatih ANAPANASATI.

2. Dalam berlatih vipassana, pemilìhan landasan perhatian, objek-objek dan sub-sub objeknya adalah BERTAHAP (dalam arti tidak terburu-buru dan tidak harus terpaku pada urutan yang ada di dalam sutta) dan FLEKSIBEL (tidak kaku), tergantung dari tingkat kemampuan batin dan carita individu yg berbeda-beda satu dengan yg lain; atau kondisi batin kita sendiri yg bisa berubah-ubah dari satu momen ke momen lain seperti tingkat konsentrasi, orientasi perenungan yg diinginkan, atau fenomena apa yg dirasakan dominan, dsb.

3. Mengetahui ALTERNATIF-ALTERNATIF yang tersedia, yang bisa digolongkan berdasarkan aspek-aspek yang diamati. Garis besarnya terutama:

Garis Besar Aspek-Aspek Alternatif Pengamatan Fenomena batin & jasmani dalam Vipassana Bhavana:

A. KEBERADAAN (eksistensinya).
Yaitu sekedar menyadari adanya jasmani (bahwa "jasmani itu ada"), 
ATAU sekedar menyadari adanya perasaan (bahwa "perasaan itu ada"), 
ATAU sekedar menyadari adanya pikiran (bahwa "pikiran itu ada"), 
ATAU sekedar menyadari adanya fenomena batin & jasmani (bahwa "fenomena batin & jasmani itu ada") seperti fenomena Pancanivarana, Pancakkhandha, Enam Landasan Indera, Objeknya, & Belenggu (samyojana ~> perwujudan Lobha, Dosa, & Moha) yang menyertainya (seperti tanha, mana, ditthi termasuk sakkhaya ditthi atau pandangan keliru mengenai adanya entitas tunggal berupa "diri"), atau menyadari keberadaan dukkha, mekanisme timbulnya, mekanisme lenyapnya, dan kondisi-kondisi yang menyebabkan lenyapnya Dukkha (4 Kebenaran Mulia), atau menyadari keberadaan Faktor-faktor pencerahan, sebagai suatu fenomena impersonal, fenomena alami alam bukan diri. Di saat-saat yang dibutuhkan, hal ini membantu pikiran menjadi lebih luwes dan lentur, membantu mengembalikan pikiran pada perspektif yang benar, membantu pikiran lebih leluasa masuk dalam jalur latihan dengan disertai asammoha sampajana, pengertian benar.

B. JENIS.
Misalnya untuk perasaan, apakah itu menyenangkan, tidak menyenangkan ataukah netral. Untuk pikiran, misalnya apakah disertai Lobha, Dosa, & Moha atau tidak, terkonsentrasi atau tidak, luhur atau tidak, dsb. Salah satu manfaat terlatih dalam menyadari keberadaan dan jenis suatu fenomena, adalah membuat batin familiar atau sangat mengenali objek, meningkatkan kemampuan untuk mengidentifikasi dan menyadari suatu fenomena saat ia muncul, ada, berubah, dan lenyap. Demikianlah hal ini turut membantu memperkokoh sati dan samadhi.

C. TIMBULNYA, atau LENYAPNYA (berganti atau berubah), atau TIMBUL LENYAPNYA.
Ibarat seseorang yang mengamati lepasnya anak panah, ia menyadari saat anak panah dilepaskan, mengamati lintasannya, dan mengamati jatuhnya anak panah ke tanah; demikian pula dalam menyadari ketidakkekalan diperlukan penyadaran pada saat suatu fenomena timbul atau muncul dan saat fenomena itu lenyap atau berganti. Bahkan seandainya pada saat timbulnya atau kemunculan fenomena luput disadari, kita masih bisa menyadari keberadaannya dan lenyapnya. Dengan semakin terlatihnya kewaspadaan dan konsentrasi terhadap timbulnya & lenyapnya fenomena, penyadaran menyeluruh terhadap ketidakkekalan suatu fenomena, dari mulai timbulnya sampai lenyapnya, memberikan kita pengalaman langsung dan membawa pada penembusan mengenai sifat tidak kekal [anicca], diikuti dengan penembusan sifat mengecewakan [dukkha], dan sifat bukan diri [anatta].

D. TEMPAT TERJADINYA.
1. Secara INTERNAL ~> Mengamati fenomena batin & jasmani yang dijumpai pada "diri sendiri", kumpulan pancakkhandha ini,
2. Secara EXTERNAL ~> Mengamati fenomena batin & jasmani di luar kumpulan pancakkhandha ini, misalnya pada fenomena alam di sekitar kita atau orang atau makhluk lain.

Referensi:
DN 22. Maha-satipatthana Sutta

https://www.facebook.com/notes/utphala-dhamma/dn-22-mahāsatipatthāna-sutta-khotbah-detail-tentang-4-macam-pengembangan-perhati/10151916398968013
4. Dimulai dari jasmani kita buat rileks dan tidak membuat target pencapaian.

5. Mengikuti retreat meditasi Vipassana bila ada kesempatan, rajin mengikuti artikel-artikel atau ceramah tentang Vipassana, konsultasi dengan pembimbing yang berpengalaman dan membaca isi MAHA SATIPATTHANA SUTTA, baik versi terjemahan bahasa Indonesia maupun semua versi bahasa Inggris atau bila memungkinkan studi banding dengan versi bahasa Pali-nya.

6. Hakekat dasar dari perenungan terhadap EMPAT LANDASAN KESADARAN (4 Satipatthana), singkatnya adalah:
"MELALUI PENGALAMAN LANGSUNG (direct experience)"
a. Mengetahui JASMANI, hanyalah sebagai JASMANI semata, fenomena alami alam impersonal, bukan diri..
b. Mengetahui PERASAAN, hanyalah sebagai PERASAAN semata, fenomena alami alam impersonal, bukan diri..
c. Mengetahui PIKIRAN, hanyalah sebagai PIKIRAN  semata, fenomena alami alam impersonal, bukan diri..
d. Mengetahui SEGALA SESUATU/FENOMENA, hanyalah sebagai FENOMENA semata..
(Semata fenomena yang ANICCA, DUKKHA & ANATTA: terus berubah, timbul lenyap, tak memuaskan, tak bisa diandalkan, bukan suatu diri, tidak mengandung suatu diri, bukan milik suatu diri, dan tak berhubungan dengan sesuatu yang dianggap diri melainkan semata fenomena alami alam yang bersifat ANICCA, DUKKHA & ANATTA yang memilikii sifat, karakter, corak, mekanisme, prilaku, kondisi-kondisi penunjang dan hukumnya sendiri.)

7. Memiliki pandangan benar mengenai sifat Anatta atau sifat bukan diri dari PANCAKHANDHA. Sutta-sutta yang membahas mengenai Anatta dengan berbagai pendekatan misalnya antara lain Anattalakkhana Sutta, Dhamaniyama Sutta, Vina Sutta, Vajira Sutta, Alagaddupama Sutta, Maha Puññama Sutta, dsb.

Dengan didukung tujuh aspek lain dalam Jalan Mulia Beruas 8, setelah terlatih dalam menyadari, mengamati, merenungkan, dan kemudian mengetahui lalu memaklumi segala sesuatu sebagaimana adanya di atas; sedikit demi sedikit kita bisa melepas, sampai akhirnya tak melekat, tak terpesona, tak terikat dan tergoncangkan lagi oleh apapun jua. Tercapailah pembebasan.

Namo Buddhaya.
Namo Dhammaya.
Namo Sanghaya.
Semoga dengan "mengetahui, memaklumi dan melepas", semua makhluk berbahagia dan terbebas dari segala bentuk penderitaan, rintangan, dan hal-hal yang tidak perlu _/\_.

MENGENAL DAN MERENUNGKAN ANATTA SERTA MANFAATNYA DALAM KESEHARIAN (Sebuah Pengantar)

BAB A : PENDAHULUAN

Di Vajira Sutta, Bhikkhuni Vajira, seorang Arahat, saat menegur dan memberi penjelasan pada Mara yg berusaha menggodanya, mengatakan bahwa yg kita sebut "diri" ini adalah semata kumpulan dari sankhara/bentukan ("fabrications") seumpama "kereta" hanya ada karena komponen2nya berkumpul/terintegrasi. Anattalakkhana, Culasaccaka, Mahapuññama Sutta dll, menjelaskan bhw masing2 dari pancakhandha bukanlah atta/diri/aku.

Kutipan SN 5.10 VAJIRA SUTTA:
Mara, dengan tujuan mengganggu dan menteror, mendekat dan bertanya:
"Oleh siapa makhluk itu diciptakan?
Dimana Sang Pencipta berada?
Di mana makhluk diciptakan?
Di mana lenyapnya makhluk?"

Bhikkhuni Vajira, seorang Arahat, menjawab:
"Makhluk, kau bilang? Itukah pemikiranmu? Yang ada di sini, hanyalah kumpulan/tumpukan bentukan-bentukan (sankhara) semata. Tidak bisa ditemukan makhluk di tumpukan ini."

Lanjut Sang Bhikkhuni:
"Seperti halnya bila komponen-komponennya lengkap berkumpul, ada istilah 'kereta'; begitupula halnya bila khandha-khandha hadir berkumpul, maka sebagai perjanjian umum ada istilah 'makhluk'."

"Hanya penderitaan yang mengada menjelma tercipta;
Penderitaanlah yang tercipta dan lenyap;
Tiada apapun melainkan penderitaan yang tercipta.
Tiada apapun melainkan penderitaan yang lenyap."

Menyadari Sang Bhikkuni mengenalinya, Mara kecewa dan segera menghilang.
----------------------------------------------------------------------------------------------

Kutipan SN.22.86 ANURADHA SUTTA, Kandha Vagga Samyutta, saat Bhikkhu Anuradha mempertanyakan di mana Sang Buddha akan berada bila Beliau telah mangkat:
"Anuradha, bagaimana menurutmu? Apakah kau menganggap RUPA adalah Tathagata?"
"Bukan, Yang Mulia"

"Apakah kau menganggap VEDANA adalah Tathagata?"
"Bukan, Yang Mulia"

"Apakah kau menganggap SAÑÑA adalah Tathagata?"
"Bukan, Yang Mulia"

"Apakah kau menganggap SANKHARA adalah Tathagata?"
"Bukan, Yang Mulia"

"Apakah kau menganggap VIÑÑANA adalah Tathagata?"
"Bukan, Yang Mulia"
----------------------------------------------------------------------------------------------

Kutipan dari Anattalakkhana Sutta, Kotbah Tentang Sifat Bukan Diri, kotbah kedua dari Sang Guru Agung Pengenal Segenap Alam Semesta:
Rupam bhikkhave anatta..
Vedana bhikkhave anatta..
Sañña bhikkhave anatta..
Sankhara bhikkhave anatta..
Viññana bhikkhave anatta..
...
Demikian, O, para bhikkhu, setiap badan jasmani.. perasaan.. persepsi.. bentuk-bentuk mental/pikiran.. kesadaran...
BAIK yang lalu, akan datang, maupun kini ada,
BAIK kasar maupun halus,
BAIK dalam "diri" sendiri maupun di luar "diri" sendiri,
BAIK rendah maupun luhur,
BAIK jauh maupun dekat,
SEPATUTNYA dipandang dengan Pengertian Benar..
"INI BUKAN MILIKKU, INI BUKAN AKU, INI BUKAN DIRIKU"
----------------------------------------------------------------------------------------------

Dalam Alagaddupama Sutta, Sang Buddha menjelaskan bahwa masing-masing dari pancakhandha ini adalah bak daun dan ranting kering di hutan sana, yang bukan milik kita dan bukan milik siapa-siapa. Dalam Vina Sutta, beliau mengatakan bahwa suatu "diri" takkan dapat ditemukan di manapun di seluruh komponen batin jasmani ini, laksana suara musik yang keluar dari kecapi takkan dapat ditemukan di bagian manapun pada alat musik tersebut, udara maupun pada pemain yang memetiknya.

Seumpama ada seseorang yang ingin bunuh diri untuk memusnahkan dirinya, selama batinnya belum bebas dari Avijja tentunya komponen2 khandhanya masih akan terbentuk kembali. Orang itu tidak bisa memerintahkan masing-masing komponen pancakhandha yang membentuk "dirinya" atau yang dianggap milik "dirinya" untuk tidak membentuk lagi. Orang tersebut tidak bisa meminta masing-masing dari komponen pancakhandha yang dianggap berisi (mengandung) "dirinya/atta/aku" agar musnah dan tidak membentuk lagi.

RUPA, VEDANA, SAÑÑA, VIÑÑANA dan SANKHARA (pancakhandha) memang memiliki karakter, sifat, properties atau corak alamiahnya sendiri.

Dan tak ubahnya dengan komponen-komponen jasmani ini (seperti jantung, otak, ginjal, hati, usus, tulang, dll), tak dapat ditemukan suatu "diri/atta" pada masing-masing dari komponen-komponen batin ini. Tak ada yang bisa diajak chatting, ngobrol, curhat, berantem, dllnya dari masing-masing komponen batin dan jasmani ini. (",)

Seiring kita maju dalam meditasi vipassana, yang kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari, akan semakin terlihat jelas sifat ANICCA, DUKKHA dan ANATTA pada batin jasmani. Jasmani kian melapuk tak dapat dicegah. Perasaan datang dan pergi sesukanya, bahkan pada objek yang sama dia bisa berubah, menjadi bosan misalnya. Ingatan yang tidak diharapkan untuk muncul bisa menghantui kita, sebaliknya kita tanpa sengaja malah bisa menjadi lupa akan hal-hal yang kita ingin ingat terus. Ginkgo Biloba? (",). Mungkin kita pernah mendengar (atau mengalaminya) seseorang melakukan tindakan yang "berlebihan" dan merusak karena suatu hal (mulai dari sakit perut kebelet ke WC, alkohol, nafsu, amarah dll) kemudian setelah sadar dia minta maaf "Maaf, yang tadi itu bukan saya...!". Kesadaran (consciousness) tidak bisa prima sepanjang hari, bahkan adakalanya di saat harusnya tidur, dia masih terang bak lampu 100 Watt, dsb.

PANCAKKHANDHA, Jasmani (rupa), Perasaan (vedana), Persepsi (sañña), Bentuk-bentuk Mental/Pikiran (sankhara) dan Kesadaran (viññana) adalah berubah-ubah, timbul lenyap, tak memuaskan, tak bisa diandalkan, bukan suatu diri, tidak mengandung atau kosong dari suatu diri, bukan milik diri, tak berhubungan dengan suatu diri, tunduk pada proses perubahan, memiliki sifat, karakter, corak, mekanisme, prilaku, kondisi-kondisi penunjang dan hukumnya sendiri yang alami dan khas (tipikal).

"RUPA, semata mekanisme jasmaniah yang terkondisi, BUKAN MAKHLUK.
VEDANA, semata reaksi kontak dengan indera, BUKAN MAKHLUK.
SAÑÑA, semata produk pengenalan & rekaman sensorik indera, BUKAN MAKHLUK.
SANKHARA, semata adonan/lapisan/matriks kompleks tapi kosong, yang terus membentuk, berproses & berubah selama kondisi penunjangnya masih ada, BUKAN MAKHLUK.
VIÑÑANA, semata atribut tipikal arus daya kesadaran yg timbul lenyap, BUKAN MAKHLUK.
SEMATA fenomena alam dengan sifat alami & kondisi penunjangnya sendiri yang khas atau tipikal."
Itulah sebabnya dikatakan bahwa mereka adalah semata fenomena yang bukan suatu "diri/atta", kosong dari suatu "diri/atta", dan bukan milik "diri/atta" atau siapapun jua.

JASMANI bak pohon yang terus tumbuh menua, layu dan mati. 
PERASAAN bak getaran khas/tipikal, yang dimiliki semua lonceng di seluruh dunia.
PERSEPSI bak mekanisme khas/tipikal yang dimiliki semua kamera di seluruh dunia.
BENTUKAN BATIN bak mekanisme khas/tipikal gaya menarik dan menolak yang dimiliki semua magnet di seluruh dunia.
KESADARAN bak daya listrik yang dipakai semua gadget di seluruh dunia.


BAB B : TUMIMBAL LAHIR, HUKUM KARMA, PATICCASAMUPADA, & ANATTA ADALAH SATU KESATUAN UTUH

Setelah mengenal ANATTA, lalu bila timbul pertanyaan:
1. Siapa yang terlahir kembali?
2. Siapa pewaris kamma? Bila tidak ada diri, kenapa harus takut berbuat jahat atau masuk neraka?
3. Kok bisa ada makhluk yg bisa mengingat kelahirannya di masa lampau?

Sebelumnya ijinkan saya mencoba menjawab dengan catatan bahwa kerangka berpikirnya adalah:
a. Tidak ada "Diri/Atta", yang ada hanya mekanisme sankhara dan bentukan2nya menjadi pancakhandha/namarupa.
b. Sankhara selama diliputi avijja tentu terus membentuk namarupa, yg bila kematian datang namarupa terurai, sankhara melalui patisandhi vinnana mencari media yg sesuai dan membentuk namarupa lagi, terurai, dst.
c. Sankhara bersifat individual tapi bukan atta. Misal di kebun kelapa sawit, ada ribuan pohon kelapa individual tapi pohon kelapa tetap saja bukan makhluk. Vipallasa (kesalahan persepsi) lah yang menyebabkan efek individual/separatisme menjadi terlihat sebagai personifikasi. INDIVIDUALITAS tidak sama dengan PERSON. Misalnya pohon kelapa pun bila punya bentuk-bentuk batin dan enam indera, pasti dia akan berpikir bahwa itu adalah aku.
d. Atta Vipallasa (persepsi keliru mengenai adanya atta) memang sudah sejak awal tak terelakkan. Sejak Viññana memungkinkan NAMA RUPA membentuk enam landasan indera (indera mata, telinga, hidung, pengecap, peraba, dan indera pikiran) dan mereka mengadakan kontak dengan objek luar, otomatis tak terelakkan akan timbul Atta Vipallasa atau persepsi tentang adanya Diri/Aku/Atta. Tapi melalui samadhi dan vipassana akan makin dipahami bahwa pancakhandha ini bukan diri dan "nyeleneh, ngeyel atau bandel" karena memang punya sifat khas dan alaminya sendiri.

Dalam Milindapanha dikatakan yang terlahir kembali adalah tidak berbeda tapi juga tidak sama. Misal ibu Pangeran Siddharta, Ratu Mahamaya adalah terdiri dari 5 khandha. Begitu meninggal, karena sankhara beliau masih diliputi Avijja maka sankhara tersebut masih membentuk di tempat yang sesuai dengan kondisi si sankhara, yang ternyata adalah alam deva. {Perhatian: Jangan lupa sankhara adalah fenomena alam impersonal (bukan atta) yang bisa berubah-ubah kondisinya, tergantung perbuatan (kamma) dan pengarahannya.} Sankhara Ratu Mahamaya sesaat setelah beliau meninggal di alam manusia membentuk ("fabricate") namarupa baru di alam tersebut, dengan viññana baru sesuai kamma sebelumnya, rupa baru sesuai kamma sebelumnya, dll. membentuk "sosok" baru. (*)

Catatan:
*. Sankhara adalah laksana matrlks / pondasi (bak gedebong pisang, adonan kue) yang berisi fenomena aktif ("agent") pembentuk sekaligus juga produk/hasil-hasil bentukannya yang termasuk kamma, sifat batin, pola kebiasaan dsb. Struktur dan substansinya berubah-ubah dan tidak kekal dari waktu ke waktu. Contoh: Sankhara Ratu Mahamaya saat beliau berusia balita sangat berbeda saat beliau remaja, dan berubah lagi saat beliau dewasa, ... dst.
*. Tahukah anda? Dari kisah Jataka, pada kehidupan lampau Devadatta pernah menjadi ayah kandung Sang Boddhisatta (calon Buddha Gotama). Dan jauh di kehidupan lampau, Sang Bodhisatta pernah terlahir sebagai wanita, seorang putri kerajaan sebagai saudara tiri bodhisatta lainnya yang kelak menjadi Buddha Purana pada kehidupan beliau saat itu.

KESIMPULAN JAWABAN:
1. Setelah makhluk tumimbal lahir ke alam berikut, apakah akan menjadi pribadi yg sama?
Jawabnya, ada tumimbal atau tidak, sesungguhnya tidak ada atta. Yang ada hanyalah sankhara yang terus berproses selama ada Avijja. Bila Avijja lenyap, sankhara tak memiliki bahan bakar lagi, menjadi inert, berhenti berproses atau padam.

Tapi sebagai perjanjian umum, dalam bahasa "duniawi" atau sehari-harinya boleh dikatakan bahwa "makhluk" yang lahir di alam berikut adalah kelanjutan proses sebelumnya, tidak beda tapi juga tidak sama.

2. Buat apa takut masuk neraka, toh "DIRI" di kehidupan yang akan datang bukan "DIRI INI"?
Sekali lagi, tidak ada "Diri/Atta" yang terlibat. Tempat timbulnya perasaan senang maupun derita (sebagai hasil/akibat buah kamma baik atau buruk) adalah TETAP di mekanisme sankhara ini (yang kita persepsikan secara salah sebagai "Aku"), di mana mekanisme sankhara ini akan selalu berproses aktif membentuk namarupa selama Avijja belum lenyap. Ingat, sankhara bukan "Diri/Atta".

Tapi dalam "bahasa duniawi" boleh dikatakan bahwa "diri" inilah pewaris kamma. Jadi hendaknya kita tak ragu meninggalkan kejahatan dan hendaknya kita berbahagia dalam melakukan kebajikan, dengan tentunya tetap berlatih agar terbebas dari kegelapan dan segala bentuk penderitaan.

Menarik untuk dicermati bahwa dalam SN.12.46. Aññatra Sutta, saat Sang Buddha ditanya siapa yang mewarisi kamma, beliau menegaskan ada dua pandangan ekstrim:
1. Yang menerima akibat adalah "diri" ini
2. Yang menerima akibat adalah "bukan diri" ini
Lalu Sang Buddha menjelaskan bahwa untuk menghindari dua pandangan di atas, beliau mengajak kita menggunakan Dhamma sebagai jalan tengah. Lalu beliau mengulang kotbah tentang Paticcasamupada sehubungan dengan pertanyaan itu.

3. Bagaimana dengan makhluk yang mengingat dirinya di kehidupan sebelumnya?
Wajar, karena persepsi atau memorinya masih tersimpan. Bak sebuah komputer yang diganti seluruh komponennya tapi tidak diganti hard disk dan memori BIOS-nya. Bila komputer tsb "memiliki kesadaran dan pikiran" dia pasti BERPERSEPSI dan bilang "Tadi yang casingnya lapuk dan pakai prosesor Pentium 3 itu AKU, sekarang AKU pakai prosesor Pentium 4 dan casingku sekarang bagus, loh".

Sankhara bak chipset dan BIOS, Viññana bak arus listrik, Sañña bak memori dan harddisk, rupa bak casing, fan dan rangkanya, Mano (indera pikiran) bak prosesor, Panca indera yang lain bak interface (keyboard, touchscreen, mouse, microphone, dll).
CATATAN: Jelas perumpamaan di atas tidak sesederhana itu. Bahkan komputer pun bukan merupakan perumpamaan yang baik untuk menggambarkan pancakhandha, karena komputer tidak memiliki sankhara atau viññana yang terbentuk sesuai hukum Paticcasamupada. Hanya sekedar ilustrasi yang mudah-mudahan membuat kita tersenyum. (",)

BAB C : MANFAAT MENGENAL & MERENUNGKAN SIFAT ANICCA, DUKKHA & ANATTA DALAM KESEHARIAN

Memahami atau menembus kebenaran Anicca, Dukkha & Anatta, yang membawa pada kebebasan akhir, secara total tentu dicapai melalui meditasi dan vipassana. Namun sejak mulai mengenal kebenaran tersebut melalui mendengar Dhamma dan kemudian mengamati dan merenungkan gerak-gerik batin jasmani, sedikit demi sedikit kita akan melihat bahwa pancakhandha ini ternyata hanyalah fenomena batin jasmani yang tidak kekal, tidak dapat diandalkan, tidak memuaskan, yang bukan "diri/aku/atta", tanpa "diri/aku/atta", bukan milik "diri/aku/atta" yang memiliki sifat dan corak khasnya sendiri. Dengan bijaksana melihatnya, pemahaman ini akan:

1. "Membantu sedikit demi sedikit" mengurangi ego/keakuan, sifat egosentris, dan segala perwujudannya.
2. "Membantu sedikit demi sedikit" mengurangi kemelekatan, ketidaksukaan, kegelisahan, dan PENDERITAAN batin jasmani. Meningkatkan kemampuan melepas dan ikhlas (letting go).
*karena kita MULAI menjadi "tidak terlalu" terpesona, melekat, tergantung pada jasmani, perasaan, persepsi, bentuk-bentuk batin, dan kesadaran (pancakhandha ini) juga semua fenomena di luar itu
3. "Membantu sedikit demi sedikit" untuk lebih sabar, santai, toleran, pengertian, memaklumi dan memaafkan sesama, SEANEH APAPUN atau BETAPAPUN TIDAK MASUK AKALNYA tindakan seseorang; termasuk memaafkan "diri sendiri" secara bijaksana. Semoga kita bisa mengurangi, mencegah, atau menyembuhkan kerusakan yang belum atau mungkin telah kita timbulkan baik pada diri sendiri, orang-orang terdekat, bahkan semua makhluk.
4. Menyemai benih, menyuburkan dan mengokohkan welas asih tulus tanpa batas dalam batin, karena memahami bahwa semua makhluk tak berdaya diliputi Anicca, Dukkha, dan Anatta sehingga patut dilindungi dan dibalut dengan welas asih yang melindungi. Welas asih yang dipancarkan pun akan semakin tulus dan tanpa pamrih seiring melemahnya "sakkhaya ditthi" atau pandangan keliru mengenai adanya "Aku/Diri/Atta". Tak mengherankan bahwa para Buddha dan para Arya memiliki perlindungan welas asih tulus tanpa batas kepada semua makhluk.

5. "Membantu sedikit demi sedikit" agar kita tidak terlalu melekat, terbebani, terbawa, terhanyut, terlena, terikat, terbelenggu, terperangkap, terlumpuhkan, terganggu, tersiksa, bergantung, atau terpengaruh oleh pancakhandha ini sehingga dengan sikap batin "melepas" (letting go) kita bisa lebih efektif, efisien dan leluasa dalam memanfaatkan setiap momen, yang laksana harta karun tak ternilai, untuk mengasihi, berbagi, berlatih dan berkarya.. dalam kehidupan sehari-hari.

"... Singkatnya, melekat pada pancakhandha adalah DUKKHA" <Sang Buddha, Mahasatipatthana Sutta>
*****************************

CONTOH PERTANYAAN

TANYA:
Kalau boleh tanya, saya ingin menanyakan satu unek2 dan semoga saudara berkenan untuk menjelaskanya. Jika kehidupan kita sesungguhnya HANYA merupakan proses namarupa tanpa adanya diri / Atta yang mengaturnya, boleh disimpulkan bahwa SESUNGGUHNYA namarupa yang selama ini kita anggap sebagai 'milik, saya atau milik saya' tidak ubahnya seperti kayu atau batu yang berproses tanpa adanya kontrol Sang Aku? Thanks untuk penjelasannya.

JAWAB:
Sang Buddha telah menunjukkan bahwa baik masing-masing komponen-komponen batin maupun jasmani bukanlah "Aku"/"Diri"/"Atta" dan tak akan dapat ditemukan "Aku"/"Diri"/"Atta" pada masing-masing komponen-komponen batin maupun jasmani ini.

Baik materi maupun batin memiliki sifat dan tunduk pada hukumnya masing-masing, seperti yang kita ketahui ada utu niyama, bija niyama, citta niyama, kamma niyama dan dhamma niyama. Bahkan untuk materi saja jangankan misalnya sifat batu (padatan) yang tentu berbeda dengan sifat minyak bumi atau air (cairan), sifat minyak bumi pun jelas berbeda dengan air. Yang satu bisa habis terbakar, yang satunya lagi paling banter menguap tanpa dapat terbakar. Batu juga berbeda dengan udara, dan berbeda pula dengan api dan sifat-sifatnya. Demikian pula materi (RUPA) bila dibandingkan dengan batin (NAMA), walaupun bisa saling mempengaruhi dan memiliki satu atau dua kemiripan sifat, masing-masing memiliki sifatnya sendiri. DI samping itu proses batin mengikuti Hukum Paticcasamupada, sementara jasmani atau materi tidak. Terlebih lagi berdasarkan citta niyama dan kamma niyama, aktivitas batin dapat mencipta atau merubah tatanan dunia materi karena sifat aktif dari sankhara sebagai "active and fabricating agent". Walaupun begitu tetap saja tidak dapat ditemukan suatu "Aku/Diri/Atta" dalam sankhara maupun viññana.

Perumpamaan yang diberikan dalam sutta-sutta hendaknya tidak diterjemahkan persis secara harfiah, tapi tampaknya lebih menekankan pada kenyataan bahwa segala fenomena yang ada memiliki sifat intrinsik atau sifat dasar yang sama yaitu diliputi ANICCA, DUKKHA dan ANATTA.

Untuk lebih jelasnya dan untuk menghindari pandangan tertentu, KESIMPULAN APA yang bisa kita ambil, dapat kita simak pada Samyutta Nikaya 3.196, saat Radha bertanya pada Sang Buddha apakah itu ANATTA. Sang Buddha menjawab:
"Hanya ini, Radha...
RUPA (jasmani) adalah ANATTA,
VEDANA (perasaan) adalah ANATTA,
SAÑÑA (persepsi) adalah ANATTA,
SANKHARA (bentuk-bentuk pikiran) adalah ANATTA,
VIÑÑANA (kesadaran) adalah ANATTA.

Contoh: Jacky Chan itu ada. Jacky Chan adalah kumpulan dari pancakhandha. Masing-masing dari komponen pancakhandha tersebut jelas ADA, tapi masing-masing dari komponen pancakhandha tersebut ANATTA.. bukan "diri" dan tidak dapat ditemukan suatu "diri" apapun di manapun di masing-masing komponen batin dan jasmani tersebut yang menyusun sosok Jacky.

Atau lebih singkat lagi: fenomena batin (NAMA) adalah anatta, fenomena jasmani (RUPA) adalah anatta. Segala fenomena adalah anatta.

USULAN:
Untuk menghindari asumsi atau persepsi tertentu yang menjurus pada nihilisme, saya mengusulkan untuk mengganti ungkapan:
<... SESUNGGUHNYA namarupa yang kita anggap sebagai "saya, diri saya atau milik saya" tidak ubahnya seperti kayu atau batu yang berproses tanpa adanya kontrol dari sang AKU yang mengaturnya>

menjadi lebih mengarah pada pemahaman analitis seperti yang diajarkan Sang Buddha:
<... SESUNGGUHNYA namarupa yang kita anggap sebagai "saya, diri saya atau milik saya" hanyalah PADUAN UNSUR-UNSUR batin dan jasmani (pancakhandha) semata yang terus menerus berproses dan berubah. MASING-MASING UNSUR adalah BUKAN "saya, diri saya atau milik saya". TIDAK DAPAT DITEMUKAN "saya, diri saya atau milik saya" pada MASING-MASING UNSUR tersebut.>

UNTUK SAHABAT: 4 Landasan Perhatian Beserta Perenungan Pancakhandha dan 6 Ayatana

Persis sobat, inilah JASMANI.
JASMANI memang ada, tapi hanya JASMANI semata.
Tak lebih dari jasmani yang teramati ini dengan segala sifat-sifatnya.
Beginilah JASMANI adanya...

Izinkan ku menemanimu, sobat,
Menyadari keberadaanya,
Mengamati sentuhan nafas ini,
Atau dengan penuh kewaspadaan menyadari posisi, aktifitas, gerak-gerik tubuh jasmani ini,
Atau mengamati komponen-komponen tubuh jasmani ini, perubahannya dan kelapukannya,
Atau mengamati empat unsur dasar materi,
Mengamati timbul lenyapnya,
Memakluminya sebagai JASMANI semata...
(KAYANUPASSANA)
------

Benar sobat, inilah PERASAAN.
PERASAAN memang ada, tapi hanya perasaan semata.
Tak lebih dari perasaan yang teramati ini dengan segala sifat-sifatnya.
Beginilah PERASAAN adanya...

Izinkan ku menemanimu, sobat,
Menyadari keberadaanya,
Mengamati jenis dan kekuatannya,
Entah itu menyenangkan, tidak menyenangkan, ataupun netral,
Mengamati timbul lenyapnya,
Memakluminya sebagai PERASAAN semata...
(VEDANANUPASSANA)
------

Tentu sobat, inilah PIKIRAN.
PIKIRAN memang ada, tapi hanya pikiran semata.
Tak lebih dari pikiran yang teramati ini dengan segala sifat-sifatnya.
Beginilah PIKIRAN adanya...

Izinkan ku menemanimu, sobat,
Menyadari keberadaanya,
Mengamati warna dan teksturnya,
Entah diliputi lobha, dosa, moha, alobha, adosa ataupun amoha,
Entah terkonsentrasi/terpusat atau tidak,
Entah luhur atau tidak, terkembang ataupun tidak,
Mengamati timbul lenyapnya,
Memakluminya sebagai PIKIRAN semata...
(CITTANUPASSANA)
------

Begitulah sobat, inilah PANCAKHANDHA (Batin & Jasmani)
PANCAKHANDHA (Batin & Jasmani) memang ada, tapi hanya fenomena (dhamma) semata.
Tak lebih dari fenomena (dhamma) yang teramati ini dengan segala sifat-sifatnya.
Begitulah PANCAKHANDHA adanya...

Izinkan ku menemanimu, sobat,
Menyadari keberadaanya,
Mengamati sifat-sifatnya, bagaimana mereka berubah-ubah, timbul lenyap, terkoordinasi, saling mengkondisi, saling menopang, tak berdiri sendiri.
Memakluminya sebagai FENOMENA (dhamma) semata...
(DHAMMANUPASSANA: dengan Pancakhandha sebagai objek perenungan)
------

Begitulah sobat, inilah 6 AYATANA (6 Indera & 6 Objeknya):
- Indera penglihatan & yang terlihat,
- Indera pendengaran & yang terdengar,
- Indera penciuman & bebauan,
- Indera pengecap & rasa,
- Indera peraba & sentuhan,
- Indera pikiran & yang dikenali pikiran (objek-objek pikiran)
6 AYATANA (6 Indera & 6 Objeknya) memang ada, tapi hanya fenomena (dhamma) semata.
Tak lebih dari fenomena (dhamma) yang teramati ini dengan segala sifat-sifatnya.
Begitulah adanya 6 AYATANA (6 Indera & 6 Objeknya)...

Izinkan ku menemanimu, sobat,
Menyadari keberadaanya,
Mengamati sifat-sifatnya dan belenggu yang menyertainya (samyojana, mis: pandangan salah tentang adanya atta, nafsu, kebencian, kegelapan batin, dll. ~> Lobha, Dosa & Moha yang membakarnya),
Mengamati timbul lenyapnya,
Memakluminya sebagai FENOMENA (dhamma) semata...
(DHAMMANUPASSANA: dengan 6 Ayatana & Objeknya sebagai objek perenungan)
------

Begitulah sobat, inilah FENOMENA (dhamma).
FENOMENA memang ada, tapi hanya fenomena semata.
Tak lebih dari fenomena yang teramati ini dengan segala sifat-sifatnya.
Begitulah FENOMENA adanya..

Izinkan ku menemanimu, sobat,
Menyadari keberadaanya,
Mengamati sifat-sifatnya, Mengamati timbul lenyapnya,
Memakluminya sebagai FENOMENA (dhamma) semata...
(DHAMMANUPASSANA)
------

Ada dan sebagaimana adanya...
*Selalu berada dalam perubahan, timbul-ada-lenyap, tak bisa diandalkan, bukan suatu diri/ruh/atta, kosong dari (tanpa) suatu diri/ruh/atta, bukan milik suatu diri/ruh/atta, dengan sifat alami yg khas, mekanisme, perilaku, kondisi-kondisi penunjang & hukumnya masing-masing*
Sebagaimana adanya...

Ah, apa yg bisa diharapkan, diandalkan, digantungi, digenggam, dilekati dari semua ini?


SUMBER: DN 22. Mahasatipatthana Sutta

*******************

NOTE:
1. Istilah makhluk (Satta) sudah dijelaskan dengan lugas oleh Bhikkhuni Vajira dalam SN 5.10, Samyutta Nikaya, sebagai perjanjian umum untuk merujuk pada satu set kumpulan khandha-khandha. Yang disebut makhluk pada hakekatnya adalah semata paduan atau kumpulan dari komponen-komponen batin dan jasmani berupa:
1. Tubuh jasmani (Rupa)
2. Perasaan (Vedana)
3. Persepsi atau pencerapan (Sañña),
4. Bentuk-bentuk pikiran (Sankhara), dan
5. Kesadaran (Viññana).
Kelima komponen di atas disebut Pancakhandha, di mana masing-masing khandha adalah bukan suatu diri/ruh/atta, kosong dari (tanpa) suatu diri/ruh/atta, bukan milik suatu diri/ruh/atta, TIDAK DAPAT DITEMUKAN suatu diri/ruh/atta pada MASING-MASING UNSUR tersebut.

2. PIKIRAN/CITTA di sini adalah aktivitas bersama kesadaran (viññana), bentuk-bentuk pikiran (sankhara) dan persepsi (sañña); di luar perasaan (vedana).

3. FENOMENA/DHAMMA adalah: Fenomena apapun (dhamma) baik fenomena jasmani/fisik, fenomena batin, maupun Nibbana. Dalam Mahasatipatthana Sutta, ada fenomena bentuk-bentuk batin seperti PANCA NIVARANA (5 Rintangan Batin) dan SATTA BOJJHANGO (7 Faktor Pencerahan) sebagai objek pengamatan; atau juga fenomena batin jasmani baik dalam kerangka PANCAKHANDHA maupun dalam kerangka 6 AYATANA (6 indera internal & 6 objek eksternal) serta belenggu yang menyertainya, dan juga  4 KESUNYATAAN MULIA sebagai objek perenungan yang berupa fenomena adanya dukkha, fenomena asal mulanya, fenomena berhentinya, serta fenomena yang mengkondisi lenyapnya. Semua dapat diamati sebagai semata fenomena yang bukan suatu diri/ruh/atta, tidak mengandung suatu diri/ruh/atta, bukan milik suatu diri/ruh/atta, dan tak berhubungan dengan suatu diri/ruh/atta; yang memilikii sifat, karakter, corak, mekanisme, prilaku, kondisi-kondisi penunjang dan/atau hukumnya masing-masing.

TIPS MENGHARGAI TIAP MOMEN BAK HARTA KARUN YANG TAK TERNILAI

MENGHARGAI TIAP TARIKAN DAN HEMBUSAN NAFAS BAK HARTA KARUN YANG TAK TERNILAI

Tiada yg bisa kembali ke masa lalu untuk mengubah yg telah terjadi, tapi kita bisa memulai sesuatu DI SINI DI SAAT INI untuk menentukan masa depan.
Apa yang kita pikirkan, ucapkan dan perbuat saat ini menciptakan masa depan.

Lalu bagaimana "tips" agar kita bisa efektif, efisien dan leluasa memanfaatkan tiap momen, tidak terpaku masa lalu juga tak mengkhawatirkan masa depan, dalam rangka:
1. Menghindari kejahatan atau segala yang merugikan.
2. Melakukan kebajikan atau segala yang bermanfaat (mengasihi, berbagi, berbuat bajik dan berkarya).
3. Berlatih memurnikan batin?

TIPSNYA:

TIPS 1:
Mengenal PANCA NIVARANA (5 RINTANGAN BATIN) sebagai "alarm atau sinyal tanda bahaya" karena pikiran yang diliputi 5 NIVARANA selalu disertai oleh bentuk-bentuk batin yang buruk dan menghasilkan akibat buruk (AKUSALA CETASIKA), selain itu mereka tidak bermanfaat baik demi kebaikan di masa kini maupun di masa depan:

LOBHAMULA CITTA :
1. Nafsu keinginan/keserakahan (kāmacchanda)

DOSAMULA CITTA :
2. Kebencian / Ketidaksukaan termasuk kemarahan (byāpāda, vyāpāda)

MOHAMULA CITTA :
3. Kegelisahan & Rasa sesal (uddhacca-kukkucca)
4. Keragu-raguan/Kebingungan (vicikicchā)

THIDUKA CETASIKA :
5. Kemalasan & Kelambanan batin (thīna-middha)


TIPS 2:
Berlatih meditasi ANAPANASATI, mengamati betapa alami dan betapa bukan-diri-nya keluar masuknya napas, sebagai landasan untuk melihat sifat bukan diri (anatta) batin dan jasmani sehingga mengurangi ketergantungan pada batin dan jasmani.



TIPS 3:
* Mengetahui PIKIRAN, hanyalah sebagai pikiran semata..
-> CITTANUPASSANA
* Mengetahui PERASAAN, hanyalah sebagai perasaan semata..
-> VEDANANUPASSANA
* Mengetahui JASMANI (materi), hanyalah sebagai jasmani (materi) semata..
-> KAYANUPASSANA

SINGKATNYA:
* Mengetahui BATIN (NAMA) hanyalah sebagai fenomena BATIN semata..
* Mengetahui JASMANI/materi (RUPA) hanyalah sebagai fenomena JASMANI/materi semata..

ATAU:

* Merenungkan / Baca "MANTRA*" seperti ini:
"YANG ADA DISINI" sesungguhnya hanyalah paduan batin dan jasmani.
BATIN ini memang ADA.
JASMANI ini memang ADA.
Inilah BATIN. Inilah JASMANI.
Beginilah BATIN (dan sifat-sifatnya).
Beginilah JASMANI (dan sifat-sifatnya).
Hanyalah batin semata. Hanyalah jasmani semata.

Catatan:
"Mantra" perenungan ini boleh dimodifikasi atau disingkat dengan kata-kata sendiri. (",).

SINGKATNYA:
* Mengetahui segala sesuatu hanyalah sebagai fenomena semata..
->DHAMMANUPASSANA

Dengan melihat, memahami dan MEMAKLUMI SIFATNYA yang ANICCA, DUKKHA, & ANATTA:
tidak kekal, berubah-ubah, tertampak timbul lenyapnya, tidak memuaskan, tidak bisa diandalkan, bukan diri, tidak mengandung suatu diri dan bukan milik diri... YAH BEGITULAH ADANYA! (",).

*****************

"... singkatnya, MELEKAT pada Pancakhandha (batin jasmani) adalah DUKKHA"
<Buddha, Maha-Satipatthana Sutta>

"MELEPASKAN apa yang BUKAN MILIK KITA akan membawa kesejahteraan dan kebahagiaan sejati.
Apa yang bukan milik kita?
Jasmani ini, Perasaan ini, Persepsi ini, Bentuk-bentuk batin atau pikiran ini, dan Kesadaran ini."
<Buddha, Alagaddupama Sutta>

"Apakah BEBAN yang terberat?
Jasmani ini, Perasaan ini, Persepsi ini, Bentuk-bentuk batin atau pikiran ini, dan Kesadaran ini."
<Buddha>

"Be 100%, Be At Peak, Attract Miracles, NO BURDEN ACHIEVE MORE"
<Chin-ning Chu>

*****************

Apapun yang menghalangi, merintangi, membebani, mengganggu, atau melumpuhkan kita dalam mengasihi, berbagi, berbuat bajik, berlatih, dan berkarya; itu adalah kemelekatan/keterikatan kita kepada Pancakhandha (batin jasmani).
CONTOH:
1. Tidak berdana karena melekat pada persepsi tentang adanya "Aku, Diriku, Milikku", persepsi bahwa dengan menjadi kikir adalah cara yang baik untuk menimbun harta, melekat pada barang yang didanakan, melekat pada perasaan menyenangkan bila barang tersebut tetap ada padanya, dsb.
2. Tidak fokus dalam bekerja karena melekat pada persepsi bahwa pekerjaan tidak jadi masalah bila ditunda dan aktivitas lain (mis: main game atau facebook) lebih penting atau menarik, melekat pada perasaan menyenangkan yang ditimbulkan aktivitas lain tersebut, dsb.
3. Malas bermeditasi karena melekat pada perasaan menyenangkan yang ditimbulkan oleh aktivitas lain, melekat pada persepsi bahwa meditasi itu sulit, dsb.
4. Membuang waktu atau melamun cuma karena heran, gelisah atau kecewa misalnya karena biasanya semangat, keyakinan, kepercayaan diri, optimisme, pemahaman yang jernih, welas asih, dsb. muncul dalam batin tapi di suatu waktu tidak muncul; karena melekat pada persepsi tentang adanya "Aku, Diriku, Milikku", melekat pada bentuk-bentuk pikiran tertentu, dsb.
5. Bocah pria yang tidak mau membantu ibunya melakukan pekerjaan rumah tangga karena melekat pada persepsi bahwa itu tak pantas dikerjakan pria, melekat pada persepsi tentang adanya "Aku, Diriku, Milikku", melekat pada jasmani karena tidak mau tangannya kasar gara-gara mencuci baju, dsb.
6. Menunda pekerjaan, membatalkan janji jumpa pers, dll. hanya karena kondisi kesadaran (consciousness) melemah, mengantuk atau merasa sedang tidak fokus; karena melekat pada kesadaran, melekat pada persepsi yg perfeksionis, melekat pada persepsi tentang adanya "Aku, Diriku, Milikku", dsb.

Apapun yang mendorong kita dalam kejahatan dan segala hal yang merugikan; itu adalah kemelekatan/keterikatan kita kepada Pancakhandha (batin jasmani).
CONTOH:
1. Mencuri handphone karena melekat pada indahnya bentuk handphone, melekat pada jasmani yang lapar, melekat pada persepsi bahwa memiliki handphone adalah lambang status, melekat pada perasaan menyenangkan (puas) yang ditimbulkan bila bisa dimiliki, melekat pada persepsi tentang adanya "Aku, Diriku, Milikku", dsb.
2. Marah saat dihina, sedih atau kecewa bila kita atau perbuatan kita tak dianggap, dihargai atau dipuji, dll.; karena melekat pada persepsi tentang adanya "Aku, Diriku, Milikku", melekat pada perasaan menyenangkan yang ditimbulkan saat menerima penghargaan, melekat pada perasaan menyenangkan saat kedamaiannya tak terganggu, dsb.
3. Kecanduan minuman keras karena melekat pada kondisi kesadaran yang ditimbulkannya, pada perasaan menyenangkan yang ditimbulkannya, pada persepsi bahwa dengan minum semua akan berjalan lancar, melekat pada persepsi tentang adanya "Aku, Diriku, Milikku", dsb.

"Jangan lupa untuk BERHATI-HATI juga pada PERASAAN YANG MENYENANGKAN!"
<Venerable Mogok Sayadaw dan Venerable Ajahn Buddhadasa>

ULASAN:
Dengan melatih vipassana dalam kehidupan sehari-hari, yang di dalamnya terdapat perenungan terhadap batin jasmani (pancakhandha), kita akan semakin terlatih untuk waspada, menyadari, mengamati, merenungkan, memahami, kemudian MEMAKLUMI, dan akhirnya memiliki sikap batin yang MELEPAS atau TAK MELEKAT atau TAK TERPENGARUH, TAK TERBEBANI oleh segala fenomena atau gerak-gerik batin jasmani yang Anicca, Dukkha dan Anatta. Dalam perjalanannya menuju pembebasan akhir, kebahagiaan tertinggi, kita akan semakin mampu "hidup di saat ini". memanfaatkan tiap momen dengan optimal, efektif, efisien dan leluasa dalam mengasihi, berbagi, berbuat bajik, berlatih dan berkarya dalam kehidupan sehari-hari.

Bentuk-bentuk batin atau PIKIRAN diwarnai oleh bentuk-bentuk yang baik maupun yang buruk. Pikiran buruk antara lain seperti Lima Rintangan Batin atau Panca Nivarana sebagai manifestasi kasar Lobha, Dosa dan Moha yang mudah dideteksi ( nafsu keserakahan, kebencian/kemarahan, kegelisahan & kekhawatiran, keraguan/kebingungan, dan kemalasan atau kelambanan batin) serta kekotoran-kekotoran atau belenggu batin buruk lainnya yang lebih halus seperti pandangan keliru mengenai adanya "Aku, Diriku, Milikku", kesombongan, rasa rendah diri, iri hati, tidak malu dan tidak takut berbuat jahat, dan lain-lain yang bersumber dari kegelapan batin. Bentuk-bentuk yang baik seperti welas asih, belas kasihan, simpati, keseimbangan batin, takut dan malu berbuat jahat, dan lain sebagainya juga mewarnai pikiran. Jadi kita tak perlu kaget dan heran bila menjumpainya.

Begitupula PERASAAN sebagai komponen batin yang digolongkan menjadi tiga jenis yaitu perasaan menyenangkan, tidak menyenangkan dan netral; bisa hadir tergantung kondisi yang menyertainya. Dan kita pun tak perlu kaget atau heran bila menjumpainya.

Keberadaan JASMANI juga cukup mudah disadari baik dalam tarikan dan hembusan nafas, postur tubuh, aktivitasnya, maupun unsur-unsur atau organ-organ yang menyusunnya. Jasmani terus melapuk, menua dan bisa rusak. Dan kita pun hendaknya tak perlu kaget atau heran karenanya. Seperti halnya dengan BATIN, JASMANI dan semua jenis materi pun memiliki sifat dasar atau corak yang sama yaitu ANICCA, DUKKHA, & ANATTA.

Panca Nivarana dapat ditekan melalui kekuatan samadhi, tetapi Panca Nivarana dan kekotoran batin lainnya dibasmi melalui vipassana. Bila bentuk-bentuk batin yang tidak baik datang, gejolak perasaan timbul, gangguan batin jasmani hadir, atau penderitaan muncul; keseimbangan batin kita seiring dengan waktu dapat semakin tetap terjaga melalui meditasi/praktek vipassana, perenungan dan pemahaman yang benar. Semoga PRINSIP-PRINSIP, TIPS dan "MANTRA" perenungan di atas dapat membantu kita dalam berlatih dan menjaga keseimbangan batin di setiap momen dengan sikap batin yang tepat, yang dilandasi pemahaman benar, yang memaklumi dan yang "melepas" (letting go).

Akhir kata, mohon maaf atas kekurangannya baik dalam isi maupun cara penyajian. Saran dan masukan dari rekan-rekan sangat dinantikan.

REKOMENDASI BACAAN:
Notes "MENGENAL DAN MERENUNGKAN ANATTA dan MANFAATNYA DALAM KESEHARIAN (Sebuah Pengantar), Utphala Dhamma.

DAFTAR PUSTAKA:
1. Maha-Satipatthana Sutta
2. Maha-Puññama Sutta
3. Alagaddupama Sutta
4. Bhaddekaratta Sutta